Asal Usul Klenteng Talang Kota Cirebon:  Awalnya Berupa Masjid Kemudian Menjadi Klenteng

Kultur dan identitas Kota Cirebon dibentuk dari berbagai campuran etnis, agama dan budaya yang ada pada masyarakatnya. Dari zaman dulu hingga sekarang nuansa campuran tersebut masih tetap terjaga.

Istilah campuran etnis, budaya dan agama tersebut dikenal dengan caruban yang kemudian saat ini menjelma menjadi Cirebon. Berbagai perpaduan tersebut dapat dikenali hingga saat ini baik dari komposisi sosialnya, kultur dan budayanya serta berbagai peninggalan situs dan arkeologisnya.

Kilas Balik Klenteng Talang; dari Masjid menjadi Klenteng

Harmonisasi antara kultur msyarakat dan agama tersebut pada konteks tertentu justru melahirkan pula budaya toleransi. Salah satu wujud toleransi dan kebersamaan tersebut terdapat pada salah satu klenteng tertua di Cirebon yang dikenal dengan Klenteng Talang.  

Baca Juga : Menjadi Santri Sejati lewat Kepatuhan dan Ketaatan

Klenteng yang berada di Jl. Talang No.2, Lemahwungkuk, Kec. Lemahwungkuk, Kota Cirebon ini memiliki asal usul yang unik. Apabila melihat secara sekilas, bangunan Klenteng Talang mungkin terlihat sebagaimana klenteng pada umumnya. Khas bangunan etnis tionghoa, dengan cat merah menyala, atap bangunan berbentuk pelana serta lengkap dihiasi dengan berbagai ornamen seperti lampion dan ukiran aksara cina, serta patung dewa dewi sebagai sarana pemujaannya.

Namun dibalik tampilan khas klenteng tersebut, berdasarkan catatan sejarahnya Klenteng Talang awal mula hadir justru sebagai masjid yang dibangun oleh kalangan muslim tionghoa Cirebon. Klenteng Talang sendiri diperkirakan dibangun pada abad ke 15 masehi oleh tokoh muslim Tionghoa.

Pembangunan tersebut diduga berkaitan dengan kedatangan Laksamana Ceng Ho beserta pasukannya ke tanah Cirebon. Hal tersebut terindikasi dari penggunaan nama “talang” itu sendiri yang berasal dari toa lang yang berarti orang besar.

Baca Juga: Guru yang Tulus Tak Pernah Mengeluh, Tapi Selalu Menumbuhkan

Penyebutan orang besar tersebut merujuk pada tiga tokoh penting tionghoa yang pernah mengunjungi Cirebon yakni Ceng Ho, Fa Wan, dan Khung Wu Fung. Selain nama Talang, klenteng tersebut memiliki nama lain yakni Soeh Boen Pang Gie Soe (rumah abu leluhur).

Pada masa berikutnya penganut muslim tionghoa yang bermukim di talang kemudian pindah ke kawasan sembung, Dari situ kemudian Klenteng Talang dijadikan sebagai tempat peribadatan atau klenteng bagi kalangan Tionghoa yang beragama Kong Hu Cu. Sehingga dapat disimpulkan selain menyimpan nilai sejarah yang panjang Klenteng Talang juga memiliki catatan toleransi beragama yang harmonis dari masyarakat Cirebon.

Pengelolaan Klenteng Talang hingga kini masih tetap berlangsung sehingga bangunan yang telah berusia ratusan tahun tersebut masih tetap lestari. Kepengurusannya saat ini dipegang oleh Majelis Agama Konghucu Indonesia (MAKIN) Kota Cirebon untuk keperluan peribadatan umat konghucu di Cirebon.

Terbuka bagi Kalangan Umum

Selain bagi masyarakat tionghoa, Kelenteng Talang juga sangat terbuka bagi para pengunjung atau tamu dari kalangan umum. Tentunya harus izin terlebih dahulu kepada pengurus klenteng. Di dalamnya selain dapat menikmati nuansa klenteng yang sangat eksotis juga dapat menggali sejarah dan nilai toleransi dari simbol-simbol yang ada pada klenteng tersebut.