keboncinta.com --- Pernikahan adalah salah satu fase penting dalam kehidupan manusia. Banyak orang mengenalnya hanya sebagai jalan untuk menyatukan cinta atau menghindari zina, tetapi sesungguhnya makna nikah jauh lebih dalam. Dalam Islam, pernikahan bukan hanya sekadar akad, melainkan pintu menuju tanggung jawab baru yang penuh makna.
Kabar tentang nikah muda sering muncul di lini masa media sosial. Ada artis yang menikah di usia belia, teman kuliah yang memutuskan berumah tangga meski belum bekerja, atau komunitas daring yang mengampanyekan nikah muda sebagai solusi menghindari zina.
Pertanyaannya, apakah salah menikah dengan tujuan utama menghindari zina?
Jawabannya: tentu tidak salah. Namun, perlu disadari bahwa tujuan pernikahan bukan semata-mata untuk menghalalkan hubungan seksual. Lebih dari itu, pernikahan adalah gerbang menuju kehidupan baru dengan tanggung jawab yang berbeda.
Baca juga : Hukum Nikah Siri Tanpa di Ketahui Sanak Saudara, Terutama Ayah Sebagai Wali
Dalam bahasa Arab, kata nikah berasal dari al-dammu atau al-jam’u, yang artinya “penyatuan”. Penyatuan ini bukan sekadar fisik, tetapi menyatukan dua pribadi, karakter, sifat, dan latar belakang dalam satu ikatan suci.
Para ulama fiqih juga menjelaskan bahwa nikah memiliki dimensi luas, tidak terbatas pada makna seksual (al-wath’u). Jadi, inti pernikahan adalah ikatan batin dan lahir yang menyatukan dua insan untuk membangun keluarga.
Akad nikah adalah garis pemisah antara kehidupan lajang dan kehidupan berumah tangga. Saat menikah, seseorang tetap anak dari orang tuanya, tetapi tanggung jawab hidup tidak lagi bergantung pada keluarga besar. Kini, suami dan istri saling memikul tanggung jawab bersama.
Pada masa pacaran, pasangan biasanya hanya memperlihatkan sisi indah. Namun setelah akad, sifat asli mulai muncul—baik sifat sabar maupun sifat emosional. Di sinilah ujian pernikahan dimulai.
Rasa aman setelah akad – Setelah menikah, ada perasaan "ia milikku, dan aku miliknya". Rasa aman ini membuat sifat asli lebih mudah keluar.
Perbedaan karakter – Pasangan yang dulunya romantis bisa berubah jadi mudah marah atau posesif.
Datangnya anak – Kehadiran buah hati mengubah ritme rumah tangga, menyita waktu, tenaga, dan perhatian.
Semua ini menunjukkan bahwa pernikahan adalah penyatuan yang kompleks, bukan sekadar mempermanis hubungan.
Selain menghindari zina, pernikahan memiliki banyak tujuan dan hikmah, antara lain:
Menyatukan dua insan dalam ikatan yang sah dan penuh kasih sayang.
Menumbuhkan kerja sama dalam membangun rumah tangga.
Mendapatkan keturunan sebagai penerus generasi.
Membentuk keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah sesuai tuntunan agama.
Melatih kedewasaan dalam menghadapi perbedaan dan konflik.
Sebelum memutuskan menikah, penting untuk membicarakan hal-hal mendasar bersama pasangan, misalnya:
Bagaimana pembagian peran dalam rumah tangga.
Kesiapan finansial dan cara mengelola keuangan.
Pendidikan anak di masa depan.
Cara menghadapi konflik dan perbedaan pendapat.
Tanpa kesepakatan ini, pernikahan berisiko goyah karena perbedaan yang tidak dikelola dengan baik.
Baca juga : Pacaran Setelah Menikah: Akhlak vs. Realita Modern
Arti nikah bukan hanya soal menghalalkan hubungan, tetapi tentang penyatuan dua pribadi dalam tanggung jawab baru. Menikah berarti siap menghadapi perubahan, konflik, dan ujian bersama pasangan. Oleh karena itu, sebelum melangkah, pastikan kesiapan lahir dan batin agar rumah tangga dapat berdiri kokoh dan harmonis.