Keboncinta.com-- Sebagai negara yang saling berdekatan letak geografisnya, Indonesia dan Australia mempunyai hubungan persahabatan yang kuat untuk waktu yang lama. Kedua negara mempunyai kesepakatan kerja sama yang erat dalam berbagi sektor strategis, termasuk dalam bidang pendidikan.
Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar menerima kunjungan Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) Australia di Kantor Kementerian Agama, Jakarta.
Pertemuan ini membahas sejumlah program kerja sama strategis antara Indonesia dan Australia, khususnya di bidang pendidikan, moderasi beragama, dan penguatan kapasitas masyarakat sipil.
Menag berikan apresiasinya untuk berbagai program pendidikan hasil kolaborasi Australia–Indonesia seperti INOVASI (The Innovation for Indonesia’s School Children), BRIDGE (Building Relationships through Intercultural Dialogue and Growing Engagement), AAI (Australia Awards in Indonesia), AIMEP (The Australia-Indonesia Muslim Exchange Program), dan AIYEP (The Australia-Indonesia Youth Exchange Program).
“Laporan yang dijelaskan ini membuat saya berterima kasih karena sejak 2008, sudah ada 40 madrasah yang menjadi bagian dari program BRIDGE. Program ini sangat bermanfaat karena mendekatkan guru, siswa, dan komunitas pendidikan kita dengan dunia internasional, sekaligus memperkuat kemampuan literasi digital dan komunikasi lintas budaya,” ungkap Menag.
Selanjutnya, Menag mengatakan bahwa pihaknya sangat senang dengan peluang yang dimiliki siswa Indonesia untuk belajar di Australia.
“Secara geografis kita ini bertetangga dekat. Maka sangat wajar bila kita terus mendorong murid-murid kita belajar ke Australia. Australia punya universitas-universitas yang berkualitas tinggi, dan itu bisa memperkuat SDM Indonesia di masa depan,” jelasnya.
Mengenai isu moderasi beragama, Menag menegaskan pentingnya kolaborasi lintas negara dalam menghadapi radikalisme.
“Menurut saya, semakin dekat seseorang dengan agamanya maka semakin dekat dia dengan toleransi. Sayangnya, tidak semua orang memahami ini, sehingga muncul radikalisme. Program-program yang digagas Australia, termasuk kerja sama dengan civil society organisation untuk deradikalisasi di sekolah dan penjara, serta pelatihan untuk pemimpin agama, sangat membantu kami dalam menghadapi tantangan ini,” terang Menag.
Kemudian, Menag juga menyampaikan bahwa Kementerian Agama RI juga ingin memperluas kerjasama di luar program yang sudah berjalan.
“Kami tertarik untuk bekerja sama dalam pengembangan Kurikulum Berbasis Cinta dan Ekoteologi. Bahkan penyusunan buku rujukan berdasarkan kurikulum tersebut bisa menjadi program kolaborasi baru kita. Dengan kurikulum ini, kita ingin membangun generasi muda yang kuat spiritualitasnya, mencintai kehidupan, dan memiliki kesadaran ekologis,” jelas Menag.
Diakhir pertemuan ini, Menag menegaskan bahwa kerja sama Indonesia–Australia bukan hanya soal transfer pengetahuan, tetapi juga membangun jembatan persahabatan dan peradaban yang erat dan dapat mendatangkan kemajuan bagi Indonesia dan Australia.***