keboncinta.com --- Pernikahan dini adalah fenomena yang masih marak di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Istilah ini merujuk pada pernikahan yang dilakukan di usia muda, biasanya di bawah 18 tahun. Meskipun bagi sebagian masyarakat pernikahan dini dianggap wajar atau bahkan bagian dari tradisi, namun praktik ini menimbulkan pro dan kontra yang panjang.
Artikel ini akan membahas definisi, faktor penyebab, dampak, pandangan hukum dan agama, serta solusi terkait pernikahan dini.
Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019, batas minimal usia menikah di Indonesia adalah 19 tahun untuk laki-laki maupun perempuan. Pernikahan yang dilakukan sebelum usia tersebut dianggap pernikahan dini.
Secara umum, pernikahan dini adalah ikatan pernikahan antara pasangan yang secara biologis maupun psikologis belum sepenuhnya matang.
Baca juga : Dampak Pernikahan Dini terhadap Kesehatan Reproduksi
Faktor Ekonomi
Kondisi keluarga miskin sering menjadikan pernikahan dini sebagai jalan untuk mengurangi beban.
Budaya dan Tradisi
Di beberapa daerah, menikahkan anak di usia muda masih dianggap wajar untuk menjaga nama baik keluarga.
Pendidikan yang Rendah
Kurangnya pemahaman tentang dampak pernikahan dini membuat sebagian orang tua tidak ragu menikahkan anaknya.
Kehamilan di Luar Nikah
Kasus ini menjadi alasan orang tua segera menikahkan anak agar terhindar dari stigma sosial.
Pemahaman Agama yang Keliru
Sebagian kelompok menggunakan dalih agama untuk melegitimasi praktik pernikahan dini, meski sebenarnya Islam menekankan aspek kesiapan.
Baca juga : Kenapa Sakinah Jadi Tujuan Utama Pernikahan?
Risiko kehamilan berisiko tinggi pada remaja.
Kematian ibu dan bayi lebih tinggi dibanding ibu yang melahirkan di usia matang.
Tekanan mental akibat belum siap menghadapi peran sebagai suami, istri, atau orang tua.
Risiko depresi dan konflik rumah tangga lebih besar.
Banyak anak perempuan yang putus sekolah karena menikah muda.
Sulit mendapatkan pekerjaan layak karena pendidikan rendah.
Risiko perceraian lebih tinggi.
Siklus kemiskinan berulang karena keluarga baru belum stabil.
Islam memang menganjurkan pernikahan untuk menghindari zina, namun juga menekankan kesiapan lahir batin.
Rasulullah SAW bersabda:
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ، وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ
Artinya:
“Wahai para pemuda, barang siapa di antara kalian sudah mampu menikah, maka menikahlah. Sesungguhnya menikah itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menunjukkan bahwa syarat utama menikah adalah kemampuan (al-ba’ah), baik fisik, finansial, maupun mental.
Umumnya tidak melarang menikah muda, tetapi mendorong kematangan iman, fisik, dan tanggung jawab keluarga.
Lebih menekankan pada kesiapan batin, kematangan spiritual, dan restu keluarga besar.
UU No. 16 Tahun 2019: usia minimal menikah adalah 19 tahun untuk laki-laki dan perempuan.
Dispensasi Nikah: jika orang tua mengajukan ke pengadilan agama dengan alasan tertentu, pernikahan dini masih bisa dilakukan.
Pemerintah bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) terus mengkampanyekan pencegahan pernikahan dini untuk menekan angka stunting dan kemiskinan.
Edukasi Seksualitas dan Pernikahan
Memberikan pengetahuan sejak dini agar remaja memahami risiko pernikahan dini.
Peningkatan Akses Pendidikan
Semakin tinggi pendidikan, semakin kecil peluang anak menikah muda.
Pemberdayaan Ekonomi Keluarga
Mengurangi faktor kemiskinan yang mendorong pernikahan dini.
Pemahaman Agama yang Benar
Meluruskan pandangan bahwa Islam tidak sekadar menyuruh menikah muda, tapi menekankan kesiapan.
Peran Pemerintah dan Masyarakat
Menggalakkan program pencegahan pernikahan dini, kampanye kesehatan reproduksi, dan pemberdayaan remaja.
Baca juga : Cara Mengatasi Konflik Rumah Tangga Secara Islami
Pernikahan dini adalah fenomena kompleks yang dipengaruhi budaya, ekonomi, pendidikan, dan agama. Meski ada yang berhasil, mayoritas pernikahan dini membawa risiko besar, baik kesehatan, psikologis, maupun sosial.
Islam dan hukum di Indonesia tidak melarang pernikahan, tetapi menekankan pentingnya kesiapan lahir, batin, dan finansial sebelum melangkah.
Dengan edukasi, kesadaran orang tua, dan dukungan masyarakat, pernikahan dini dapat dicegah sehingga generasi muda bisa lebih siap membangun keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.