keboncinta.com --- Puasa Ayyamul Bidh atau puasa pada hari-hari putih (tanggal 13, 14, dan 15 bulan Hijriah) menjadi salah satu amalan sunnah yang memiliki pahala besar. Namun, banyak umat Islam yang masih bertanya: Apakah puasa Ayyamul Bidh harus tiga hari penuh dan berturut-turut? Bagaimana jika hanya mampu satu atau dua hari saja? Mari kita simak dalil, hadis, dan penjelasan ulama terkait hal ini.
Puasa tiga hari setiap bulan memiliki keutamaan seperti berpuasa sepanjang tahun. Rasulullah SAW bersabda:
صَوْمُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ صَوْمُ الدَّهْرِ كُلِّهِ
"Puasa tiga hari dalam setiap bulan sama dengan puasa sepanjang tahun."
(HR. Bukhari no. 1979)
Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW juga berpesan kepada Abu Hurairah RA:
أَوْصَانِي خَلِيلِي بِثَلاثٍ لَا أَدَعُهُنَّ حَتَّى أَمُوتَ: صَوْمِ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ، وَصَلَاةِ الضُّحَى، وَأَنْ أَنَامَ عَلَى وِتْرٍ
"Kekasihku (Rasulullah SAW) berpesan kepadaku tiga hal yang tidak akan kutinggalkan sampai mati: puasa tiga hari setiap bulan, shalat dhuha, dan witir sebelum tidur."
(HR. Bukhari no. 1178)
Dari hadis ini, jelas bahwa puasa tiga hari dalam sebulan adalah sunnah yang sangat dianjurkan.
Rasulullah SAW menekankan keutamaan berpuasa pada pertengahan bulan Hijriah:
يَا أَبَا ذَرٍّ، إِذَا صُمْتَ مِنَ الشَّهْرِ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ، فَصُمْ ثَلَاثَ عَشْرَةَ، وَأَرْبَعَةَ عَشْرَةَ، وَخَمْسَةَ عَشْرَةَ
"Wahai Abu Dzar, apabila engkau berpuasa tiga hari dalam sebulan, maka puasalah pada tanggal 13, 14, dan 15."
(HR. Tirmidzi no. 761, An-Nasa’i no. 2425)
Meski demikian, para ulama menjelaskan bahwa puasa Ayyamul Bidh tidak wajib hanya di pertengahan bulan. Boleh dilakukan di awal bulan, akhir bulan, atau pada Senin-Kamis. Yang utama memang tanggal 13–15, karena disebutkan langsung dalam hadis, tetapi fleksibilitas tetap ada.
Ada anggapan bahwa puasa Ayyamul Bidh harus dilakukan tiga hari berturut-turut. Namun, menurut para ulama, hal itu tidak wajib.
Ibnu Abbas RA meriwayatkan:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ لَا يُفْطِرُ أَيَّامَ الْبِيضِ فِي حَضَرٍ وَلَا سَفَرٍ
"Rasulullah SAW tidak pernah meninggalkan puasa pada hari-hari putih, baik ketika mukim maupun safar."
(HR. An-Nasa’i no. 2347)
Hadis ini menunjukkan konsistensi Nabi SAW, tetapi bukan berarti harus selalu berturut-turut. Ulama menegaskan bahwa puasa tiga hari dalam sebulan sah dilakukan berurutan maupun terpisah.
Bagi yang tidak mampu berpuasa tiga hari penuh, tetap diperbolehkan berpuasa satu atau dua hari. Pahalanya tetap didapat sesuai amal yang dikerjakan.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah menjelaskan:
"Tidak diragukan bahwa puasa dua hari tetap berpahala, asalkan dilakukan dengan ikhlas karena Allah. Namun, pahala sempurna seperti puasa setahun hanya didapat jika genap tiga hari."
Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT:
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ
"Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasannya). Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasannya)."
(QS.