Di Balik Keras, Ada Hati yang Lembut
Orang sering keliru membaca Madura.
Yang dilihat pertama: suara keras, mata tajam, sikap meledak.
Padahal itu hanya kulit, bukan isi.
Seperti kelapa—yang keras di luar, tapi menyimpan air jernih di dalam.
Orang Madura hatinya baik.
Mereka dikenal keras, ya. Tapi keras yang bukan untuk menyakiti,
melainkan untuk menjaga: harga diri, kehormatan, dan apa yang mereka yakini benar.
Kita salah kalau menilai dari teriakan.
Sebab di balik nada tinggi itu, ada kasih yang tidak selalu ditampakkan.
Mereka tidak suka basa-basi,
tapi setia.
Tidak pandai memoles kata,
tapi tulus.
Dalam pergaulan sehari-hari, mereka begitu lembut.
Cepat tersentuh, cepat terharu,
dan tak segan memberi, bahkan saat mereka sendiri tak punya banyak.
Mereka bukan tipe yang memamerkan kebaikan.
Tapi siapa yang pernah ditolong oleh orang Madura, akan mengingatnya seumur hidup.
Mereka adalah tanah keras yang menyimpan mata air.
Adat mereka membentuk keberanian,
tapi budaya mereka mengajarkan timbang rasa.
Sebab hidup di tanah Madura bukan tentang siapa yang paling kuat,
tapi siapa yang paling setia menjaga kehormatan, persaudaraan, dan perasaan.
Jangan takut dengan kekerasan tampak luar.
Yang perlu dikhawatirkan justru adalah kelembutan palsu yang menyimpan tipu muslihat.
Orang Madura, kalau sudah sayang,
akan membela meski dunia menyalahkan.
Dan kalau sudah percaya,
akan menyerahkan segalanya, bahkan dirinya sendiri.
Begitulah Madura—
tempat di mana keras dan lembut bukan bertentangan,
tapi berjalan beriringan dalam satu jiwa yang penuh warna.