Logo
  • Beranda
  • Berita
  • Pendidikan
  • Khazanah
  • Prestasi
  • Teknologi
  • Parenting
  • Beasiswa
  • Kategori
    • Khazanah
    • Sejarah
    • Beasiswa
    • Kesehatan
    • Berita
    • Pendidikan
    • Lifestyle
    • Teknologi
    • Prestasi
    • Parenting
    • Budaya
    • Internasional
    • Kebon Cinta
    • Info ASN
Sejarah
Admin Kebon Cinta

Ekonomi itu Ilmu tentang Bertahan Hidup

Ekonomi itu Ilmu tentang Bertahan Hidup

29 Juni 2025 | 07:09 | 0 Pembaca

Bagi banyak orang, ilmu ekonomi sering kali dibayangkan sebagai sesuatu yang rumit: tabel, grafik, teori makro dan mikro, kebijakan moneter, anggaran negara, pasar saham, hingga inflasi.

Tak jarang pula ekonomi dikaitkan secara sempit dengan uang, bisnis, dan dunia para bankir. Padahal, pada dasarnya, esensi paling mendasar dari ekonomi adalah soal bagaimana manusia bisa bertahan hidup dan mencukupi kebutuhan hidupnya, baik secara individu, kelompok, hingga skala negara.

Oleh karena itu, Alfred Marshall (1842–1924)  dalam Principles of Economics menegaskan “Economics is a study of mankind in the ordinary business of life “.

Dalam kehidupan sehari-hari, ketika seseorang memutuskan apakah akan membeli beras atau bensin, menabung atau membelanjakan uangnya, memilih sekolah negeri atau swasta untuk anaknya, ia sedang menjalankan aktivitas ekonomi.

Bahkan ketika seseorang hanya berbagi makanan dengan tetangganya, atau menanam sayur di halaman rumahnya karena harga pangan naik, ia sedang mengambil keputusan ekonomi. Ekonomi adalah seni memilih dalam keterbatasan, dan pada hakikatnya, ia adalah ilmu tentang bertahan hidup.

Baca juga: Psikologi Bukan Ilmu tentang Jiwa, tapi ‘Kejiwaan’

Ekonomi Ada Sejak Manusia Ada

Sebelum dunia mengenal uang, bank sentral, atau lembaga perdagangan internasional, manusia purba telah menjalankan kegiatan ekonomi. Mereka berburu, meramu, menyimpan, dan menukar hasil tangkapan atau temuan alam dengan sesamanya. Sistem barter yang muncul kemudian adalah bentuk awal dari pertukaran nilai, dasar dari aktivitas ekonomi.

Dalam konteks ini, ekonomi sudah ada bahkan sebelum ditemukan istilah “ekonomi” itu sendiri. Aktivitas berburu, membangun tempat tinggal, bertukar barang, membagi makanan, hingga menyimpan cadangan air saat musim kemarau, semuanya adalah bentuk ekonomi purba, yaitu bagaimana manusia mengelola sumber daya untuk bertahan hidup.

Akar Filsafat Ekonomi: Dari Yunani ke Dunia Modern

Istilah ‘Ekonomi” berasal dari  oikonomia, dari bahasa Yunani Kuno, yang berarti “pengelolaan rumah tangga”. Kata ini terdiri dari oikos (rumah tangga) dan nomos (aturan atau hukum).

Xenophon, salah satu murid Socrates, menulis risalah berjudul Oeconomicus, yang berisi percakapan tentang bagaimana mengelola rumah tangga, tanah, dan buruh.

Bagi Xenophon dan para pemikir Yunani, ekonomi bukan tentang uang semata, tetapi tentang bagaimana seseorang mengatur kehidupannya secara bijak dan efisien.

Bahkan Aristoteles kemudian membedakan antara oikonomia (ekonomi alami, pengelolaan kebutuhan) dan chrematistics (pencarian kekayaan).

Bagi Aristoteles, oikonomia bersifat etis karena bertujuan memenuhi kebutuhan hidup, sedangkan chrematistics dapat bersifat amoral jika hanya mengejar akumulasi kekayaan tanpa batas.

Pandangan ini relevan hingga kini, saat banyak ekonomi global dibentuk oleh kepentingan korporasi besar, bukan kesejahteraan bersama.

Baca juga: Filsafat: Mbahnya Ilmu

Dari Skala Mikro ke Makro: Ekonomi Tetap Tentang Hidup

Di era modern, ketika kita membicarakan ekonomi nasional atau global, tentang neraca perdagangan, ketimpangan pendapatan, krisis pangan, atau perubahan iklim, kita tetap sedang membicarakan soal bertahan hidup dalam skala besar.

Negara membuat kebijakan fiskal dan moneter karena perlu memastikan rakyatnya tetap dapat makan, bekerja, dan hidup layak. PBB mendorong Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), salah satunya adalah menghapus kemiskinan dan kelaparan, kebutuhan paling dasar manusia.

Ekonomi tak pernah lepas dari kebudayaan, etika, dan nilai. Di satu sisi, ia bisa menjadi alat eksploitasi jika disalahgunakan. Di sisi lain, ia bisa menjadi sarana keadilan jika diarahkan dengan benar.

Ekonomi Islam, misalnya, menekankan nilai keberkahan, larangan riba, distribusi kekayaan melalui zakat dan wakaf, semuanya berpijak pada prinsip maslahah atau kemanfaatan umum.

Dalam banyak peradaban, termasuk di Indonesia, nilai-nilai lokal seperti gotong royong dan koperasi mencerminkan semangat ekonomi yang berakar pada kemanusiaan, bukan pada akumulasi.

Baca juga: Perjanjian Saragosa: Ketika Dua Penjelajah Nyasar dan Tak Sengaja Bertemu

Realitas Pendidikan Ekonomi di Indonesia: Terjebak Pada Angka

Sayangnya, dalam praktiknya di banyak sekolah di Indonesia, pembelajaran ekonomi sering kali kehilangan ruhnya. Guru sibuk mengejar kurikulum yang padat, murid dibebani hafalan istilah dan hitung-hitungan yang terlepas dari kehidupan mereka sendiri. Akibatnya, ekonomi hanya dipahami sebagai mata pelajaran, bukan sebagai alat hidup.

Murid ditanya definisi permintaan, tapi tak pernah diajak merefleksikan mengapa warung di kampungnya harus menaikkan harga saat musim hujan atau musim panas, murid tidak paham kenapa setiap idul fitri harga bakso dan mie ayam selalu naik.

Guru menjelaskan pasar persaingan sempurna, tapi tak mengajak siswa membayangkan bagaimana UMKM bertahan di tengah pasar ritel modern. Ekonomi menjadi kabur dan kehilangan makna.

Pendidikan ekonomi seharusnya mengajarkan siswa cara membuat keputusan keuangan sederhana, menabung, berwirausaha, memahami kebutuhan dasar keluarga, bahkan bagaimana bersikap adil saat berbagi sumber daya.

Jika sejak sekolah ekonomi diajarkan sebagai bagian dari kehidupan nyata, maka lahirlah generasi yang tidak hanya cerdas secara teori, tapi juga bijak dalam hidup.

Baca juga: Filsafat Pendidikan: Kenapa Manusia Harus Belajar dan Diajari?

Pendidikan Ekonomi yang Kontekstual dan Membumi

Sudah saatnya pembelajaran ekonomi di Indonesia dikembalikan ke akarnya: ilmu bertahan hidup. Bukan sekadar hafalan teori Adam Smith atau Keynes, tapi ajakan berpikir kritis dan reflektif: bagaimana saya bisa hidup secara cukup dan bermakna?

Bagaimana desa saya bisa mandiri secara pangan? Bagaimana saya bisa membantu orang tua merancang keuangan rumah tangga? Bagaimana ekonomi bisa sejalan dengan etika dan lingkungan?

Kurikulum ekonomi harus kontekstual, adaptif, dan membumi. Ia harus mengaitkan konsep pasar dengan pasar tradisional lokal. Ia harus mengajarkan ketahanan pangan lewat kebun sekolah.

Ia harus membahas keadilan ekonomi lewat isu ketimpangan di lingkungan sekitar siswa. Karena itulah hakikat sejati pendidikan ekonomi: menjadikan manusia cakap bertahan dan bijak mengelola hidupnya.***

Tags:
Sejarah
Bagikan:
WhatsApp Twitter Facebook

Komentar Pengguna

Recent Berita
SIAPA AKU INI
SIAPA AKU INI
11 Jul 2025
Alhamdulillah! Tunjangan Guru PAI Non-ASN Naik Rp 500 Ribu, Pencairan Dirapel dari Bulan Januari 2025
Alhamdulillah! Tunjangan Guru PAI Non-ASN Nai...
10 Jul 2025
Direktorat Pesantren Kemenag: Penyaluran BOS Pesantren 2025 Capai Rp196,8 Miliar hingga Triwulan Kedua
Direktorat Pesantren Kemenag: Penyaluran BOS...
10 Jul 2025
Sempat Singgung Wacana Haji Lewat Jalur Laut, Menag: Masih Tahap Pengkajian, Perlu Hitungan yang Matang
Sempat Singgung Wacana Haji Lewat Jalur Laut,...
10 Jul 2025
Sebanyak 330 Mahasiswa Perguruan Tinggi Islam Ikuti Program KKN Nusantara Berbasis Ekoteologi di Yogyakarta
Sebanyak 330 Mahasiswa Perguruan Tinggi Islam...
10 Jul 2025
Lebih Baik Sedikit Amal dengan Kesadaran Ilahi daripada Banyak Amal dengan Kesombongan Diri
Lebih Baik Sedikit Amal dengan Kesadaran Ilah...
10 Jul 2025
Madrasah harus Mampu Kenali Hambatan Belajar Siswa, GTK Madrasah Diminta Terapkan Konsep Pembelajaran Diferensiatif
Madrasah harus Mampu Kenali Hambatan Belajar...
10 Jul 2025
Aroma Surga dari Sang Buah Hati: Sebuah Anugerah Tak Ternilai
Aroma Surga dari Sang Buah Hati: Sebuah Anuge...
10 Jul 2025
Menggapai Kejujuran, Keikhlasan, Rezeki, dan Keselamatan Melalui Wirid
Menggapai Kejujuran, Keikhlasan, Rezeki, dan...
10 Jul 2025
Beri Akses Pendidikan untuk Semua, Kemenag Data Siswa Madrasah yang Punya Kesulitan Fungsional Disabilitas
Beri Akses Pendidikan untuk Semua, Kemenag Da...
10 Jul 2025
Dosa Sulit Diampuni: Memaafkan Kesalahan Sesama Muslim
Dosa Sulit Diampuni: Memaafkan Kesalahan Sesa...
10 Jul 2025
Cobaan: Ujian dan Kasih Sayang Allah
Cobaan: Ujian dan Kasih Sayang Allah
10 Jul 2025
Pentingnya Menjaga Kesucian Perempuan dalam Berpakaian: Sebuah Renungan dari Kalam Habib Umar bin Hafidz
Pentingnya Menjaga Kesucian Perempuan dalam B...
10 Jul 2025
Menteri Agama Ungkap Indonesia Bisa Menjadi Pusat Peradaban Islam Modern
Menteri Agama Ungkap Indonesia Bisa Menjadi P...
10 Jul 2025
Jangan Sampai Doa Marahmu Merusak Masa Depan Anak
Jangan Sampai Doa Marahmu Merusak Masa Depan...
10 Jul 2025
Mengapa Ada Kaya, Ada Miskin?
Mengapa Ada Kaya, Ada Miskin?
10 Jul 2025
Ketika Harta Datang dan Pergi: Sebuah Renungan
Ketika Harta Datang dan Pergi: Sebuah Renunga...
10 Jul 2025
Begini Aturan Baru Pemberian Tunjangan Profesi untuk Guru Madrasah Non-ASN
Begini Aturan Baru Pemberian Tunjangan Profes...
10 Jul 2025
Cara menonaktifkan fitur Quick Access pada Windows 10
Cara menonaktifkan fitur Quick Access pada Wi...
10 Jul 2025
Pesantren Kok Namanya Kebon Cinta? Ini Cerita di Balik Nama yang Bikin Heran
Pesantren Kok Namanya Kebon Cinta? Ini Cerita...
09 Jul 2025

KebonCintaNet

Menjadi Pelopor Pesantren Wirausaha yang Mendidik Santri Berakhlak Mulia, Mandiri Secara Ekonomi, dan Siap Berkarya untuk Bangsa

  • Jl. Urip Sumoharjo No.18, Ciwaringin, Kec. Ciwaringin, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat Kode Pos 45167
  • 087724345243
  • pondokkeboncinta@gmail.com
Kategori Populer
  • Khazanah
  • Sejarah
  • Beasiswa
  • Kesehatan
  • Berita
  • Pendidikan
  • Lifestyle
  • Teknologi
  • Prestasi
  • Parenting
  • Budaya
  • Internasional
  • Kebon Cinta
  • Info ASN
Kategori Lainnya
  • Khazanah
  • Sejarah
  • Beasiswa
  • Kesehatan
  • Berita
  • Pendidikan
  • Lifestyle
  • Teknologi
  • Prestasi
  • Parenting
  • Budaya
  • Internasional
  • Kebon Cinta
  • Info ASN

© 2025 All rights reserved. Developed by Pondok Kebon Cinta

Terms Privacy Contact