Budaya
Wahyu

Horex vs. Adzan: Mana yang Lebih Mengganggu

Horex vs. Adzan: Mana yang Lebih Mengganggu

03 Juli 2025 | 03:19

Adzan vs Horex

 

Yang satu mengajak shalat, yang satu mengajak joget. Tapi yang satu diprotes, yang satu dipuja. Lucu, ya. Kadang kita hidup di tengah masyarakat yang punya standar ganda, tapi sudah terbiasa, jadi tak terasa aneh.

 

Adzan dianggap mengganggu karena terlalu keras. Katanya mengusik kenyamanan. Padahal cuma sebentar, lima kali sehari, dan tujuannya jelas: mengingatkan pada waktu shalat. Tapi speaker horex? Semalaman berdentum. Musik house campur dangdut remix. Suara bass-nya bisa bikin dada bergetar dan ubun-ubun panas. Genteng rontok. Kaca bergetar dan retak. Tapi itu dianggap hiburan. Malah kalau suaranya kurang keras, dianggap kurang seru. Ironi itu bukan hanya milik puisi—ia juga milik jalanan kampung kita.

 

Mungkin karena adzan mengajak mendekat pada Tuhan, sementara horex mengajak menjauh barang sejenak dari akal sehat. Dan manusia, seperti kata Imam al-Ghazali, lebih mudah tergoda oleh apa yang menyenangkan nafsu dibandingkan apa yang menyucikan hati.

 

Standar kebaikan kita lama-lama tak lagi berbasis nilai, tapi berbasis selera. Yang nyaman, itulah yang dianggap baik. Yang sesuai hawa nafsu, itulah yang kita bela. Maka adzan dibilang mengganggu, karena tak semua orang suka diingatkan. Tapi horex justru dinikmati, karena ia mengalihkan dari keheningan yang bisa memunculkan kesadaran.

 

Kita sudah campur-baurkan antara suara yang menyejukkan jiwa dan suara yang memekakkan telinga, lalu menilainya dengan rasa suka pribadi.

Tags:

Komentar Pengguna