Berita
M. Fadhli Dzil Ikram

Indonesia Dikenakan Pemangkasan Tarif Trump Menjadi 19%, Kabar Baik atau Buruk?

Indonesia Dikenakan Pemangkasan Tarif Trump Menjadi 19%, Kabar Baik atau Buruk?

16 Juli 2025 | 06:46

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, telah menyetujui pengurangan tarif impor barang dari Indonesia, dari 32% menjadi 19%. Keputusan ini berdampak signifikan bagi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, disertai serangkaian ketentuan.
Ekonom Syafruddin Karimi dari Universitas Andalas menyatakan bahwa pengurangan tarif sebesar 19% yang diusulkan Trump bukanlah kabar baik. Ia menganggapnya sebagai hambatan signifikan bagi daya saing produk Indonesia.

"Pengurangan tarif sebesar 19% baru-baru ini terhadap ekspor Indonesia oleh Presiden Trump tidaklah baik." Syafruddin mengatakan pada hari Rabu (16 Juli 2025) bahwa di balik angka yang tampaknya dikurangi ini, berbeda dengan ancaman tarif sebesar 32% sebelumnya, terdapat tekanan struktural yang mengancam posisi Indonesia dalam perdagangan global.

Syafruddin menyatakan bahwa perjanjian ini menempatkan Indonesia dalam kondisi ketidakseimbangan. Indonesia telah menerapkan tarif sebesar 19% untuk semua impor yang masuk ke Amerika Serikat, sementara barang-barang yang berasal dari Amerika Serikat tidak akan dikenakan tarif saat tiba.

Ketimpangan ini mendorong dominasi produk AS di pasar Indonesia, sehingga mengurangi daya saing produk lokal. "Penurunan biaya barang impor akibat kebijakan bebas tarif akan memberikan tekanan yang cukup besar terhadap perusahaan lokal, sehingga mengurangi prospek industrialisasi nasional," tegas Syafruddin.

Selain itu, Indonesia menghadapi kewajiban pembelian yang signifikan: US$15 miliar dialokasikan untuk produk energi AS, US$4,5 miliar dialokasikan untuk produk pertanian AS, dan akuisisi 50 pesawat Boeing.

"Ini bukan sekadar perjanjian perdagangan; ini merupakan kerangka akuisisi sepihak yang mendasari esensi otonomi ekonomi nasional." "Syafruddin mengkritik bahwa, dalam kerangka perjanjian ini, Indonesia dianggap sebagai pasar konsumen pasif, alih-alih mitra dagang yang setara dan berdaulat."

Senada dengan itu, Bhima Yudhistira, Direktur Eksekutif Pusat Studi Ekonomi dan Hukum (CELIOS), menyatakan bahwa berita tersebut justru menghadirkan risiko yang lebih besar terhadap neraca perdagangan Indonesia, alih-alih keuntungan.

"Pengenaan tarif 19% terhadap ekspor Indonesia ke Amerika Serikat, yang disandingkan dengan kemampuan Amerika Serikat untuk mendapatkan keuntungan dari tarif 0%, menghadirkan ancaman yang signifikan terhadap keseimbangan perdagangan Indonesia." Dengan demikian, potensi risiko meningkat secara signifikan, mengingat Amerika Serikat diuntungkan oleh tarif 0% untuk impor ke Indonesia," ujar Bhima dalam komunikasi terpisah.

Bhima berpendapat bahwa konsekuensi dari negosiasi tarif Trump tidak menguntungkan bagi posisi Indonesia. Ia mengusulkan agar pemerintah mempromosikan akses pasar ke Eropa sebagai strategi diversifikasi pasar setelah ratifikasi Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Uni Eropa (IEU-CEPA).

"Demikian pula, pasar intra-ASEAN dapat digalakkan." "Tidaklah bijaksana untuk terlalu bergantung pada ekspor ke Amerika Serikat, mengingat hasil diskusi tarif kemungkinan akan berdampak buruk pada posisi Indonesia," ujar Bhima.

Tags:
berita nasional

Komentar Pengguna