Kita hidup di dunia yang dipenuhi kata-kata. Setiap hari, kita menggunakannya untuk berkomunikasi, berinteraksi, bahkan berdoa. Kita mengucapkan "selamat pagi," "terima kasih," dan "ganti rugi" tanpa banyak berpikir. Namun, pernahkah kita menyadari betapa kaya dan kompleksnya bahasa kita? Pernahkah kita merenungkan makna di balik kata-kata yang seolah sederhana ini?
Seringkali, ada orang yang terlalu menekankan pada arti harfiah sebuah kata. Mereka mempertanyakan logika di balik ungkapan majas, menginginkan penjelasan literal untuk setiap frasa. Mereka bertanya, "Mengapa 'ganti rugi'? Mengapa bukan 'ganti untung'?" Seolah bahasa harus selalu bersih dari kiasan dan nuansa, seolah kata-kata harus dikupas seperti bawang hingga menemukan arti harfiah di lapisan paling dalam.
Namun, bahasa tidak bekerja seperti itu. Bahasa jauh lebih kompleks dan kaya daripada sekadar kumpulan definisi kamus. Bahasa adalah ingatan kolektif, hasil mufakat sejarah yang panjang. Seperti yang dijelaskan oleh Prof. Dr. Gorys Keraf, istilah adalah "gabungan kata yang mengungkapkan konsep tertentu yang maknanya tidak selalu sama dengan arti kata-kata penyusunnya." "Ganti rugi," misalnya, bukan sekadar dua kata yang berdiri sendiri, tetapi sebuah konsep utuh yang mewakili kompensasi atas kerugian.
Ahli tata bahasa Indonesia, Anton Moeliono, mengingatkan bahwa bahasa adalah konvensi sosial, bukan rumus kimia. Ia berfungsi karena adanya kesepahaman bersama. Ketika kita mengucapkan "selamat pagi," yang kita sampaikan adalah niat baik, bukan penjelasan morfologi. Bahasa memungkinkan paradoks dan ironi. "Mati lampu," misalnya, tidak berarti lampu benar-benar mati, tetapi aliran listrik yang terputus. Kita menerimanya karena kita memahami konteksnya. Bahasa adalah alat komunikasi manusia, cara kita mengerti satu sama lain, bahkan ketika tak semua bisa dijelaskan secara literal.
Jika kita terlalu terpaku pada arti harfiah, kita akan kehilangan keindahan dan kekayaan bahasa. Mengganti "ganti rugi" dengan "ganti untung," misalnya, bukan hanya mengubah cara berbahasa, tetapi juga mengubah niat dan etika.