keboncinta.com --- Dalam beberapa tahun terakhir, deepfake menjadi salah satu isu teknologi yang memicu kekhawatiran global. Penyebabnya adalah potensi penyalahgunaan yang sangat besar. Dengan memanfaatkan kecerdasan buatan (AI), deepfake mampu memanipulasi foto, video, hingga audio sehingga tampak seolah-olah seseorang mengucapkan atau melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak pernah terjadi.
Seiring perkembangan teknologi, hasil deepfake semakin realistis. Banyak orang kini kesulitan membedakan mana konten asli dan mana yang telah dipalsukan. Situasi ini menimbulkan risiko serius, mengingat deepfake sering digunakan untuk tujuan negatif, seperti pencemaran nama baik, penipuan berbasis identitas, hingga penyebaran hoaks yang dapat memengaruhi opini publik dan stabilitas sosial-politik.
Salah satu cara untuk melawan deepfake adalah mengenali jenis-jenisnya. Dilansir dari TechTarget, berikut beberapa tipe deepfake yang sering digunakan, baik untuk hiburan maupun kejahatan siber:
Jenis ini menggunakan rekaman asli dari target, lalu atribut wajah seperti ekspresi, gerakan kepala, hingga bahasa tubuh dipetakan ke dalam video lain. Proses ini melibatkan autoencoder, di mana bagian encoder mengenali dan mengekstrak fitur wajah target, sementara decoder menyuntikkan fitur tersebut ke video baru. Hasilnya adalah video yang terlihat seolah-olah target benar-benar melakukan hal yang tidak pernah terjadi.
Teknik face swap adalah bentuk deepfake paling populer. Cara ini mengganti wajah seseorang dalam video dengan wajah orang lain. Meskipun sering digunakan dalam konten hiburan seperti meme atau filter wajah, metode ini juga rentan disalahgunakan, misalnya untuk konten dewasa ilegal atau penipuan identitas.
Deepfake tidak hanya pada visual, tetapi juga suara. Dengan bantuan Generative Adversarial Networks (GAN) dan Natural Language Processing (NLP), teknologi ini dapat meniru suara seseorang dengan sangat detail—mulai dari nada, aksen, hingga gaya bicara. Deepfake audio sering digunakan dalam video game atau layanan pelanggan otomatis, tetapi juga berpotensi disalahgunakan untuk penipuan telepon dan rekayasa sosial (social engineering).
Teknik ini membuat gerakan mulut seseorang dalam video tampak selaras dengan rekaman suara tertentu. Jika suara tersebut juga hasil deepfake, maka ilusi yang tercipta akan sangat meyakinkan. Lip sync deepfake sering digunakan dalam propaganda atau disinformasi, misalnya menampilkan tokoh publik seolah-olah mengucapkan pernyataan tertentu yang sebenarnya tidak pernah diucapkan.
Deepfake bukan sekadar editan biasa seperti photoshop. Teknologi ini menggunakan algoritme pembelajaran mesin (machine learning) yang menganalisis data dari rekaman atau gambar asli, lalu memanipulasinya untuk menciptakan konten baru.
Cara kerjanya melibatkan dua algoritme utama:
Generator: bertugas menciptakan konten palsu berdasarkan data pelatihan yang ada.
Diskriminator: berperan menilai apakah konten yang dihasilkan tampak asli atau tidak.
Proses ini berlangsung secara iteratif (berulang-ulang), sehingga generator semakin mahir membuat konten yang tampak autentik, sedangkan diskriminator terus meningkatkan kemampuannya dalam mendeteksi kelemahan deepfake.