Pernahkah kita merasakan kata-kata yang pedas yang di tunjukkan pada kita itu bisa merusak suasana hati sepanjang hari. Sedangkan pujian yang kita terima justru mudah dilupakan. Ternyata itu bukan karena kebetulan semata. Otak manusia akan lebih peka pada hal yang negatif dibandingkan dengan hal positif.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh jhon Cacioppo dalam Loneliness: Human Nature and the Need for Social Connection (2008) , memori buruk lebih menancap dalam otak dibandingkan memori baik. Itulah mengapa ucapan menyakitkan teras lebih dalam daripada kata-kata manis.
Daniel Kahneman dalam Thinking, Fast and Slow ( 2011) mengatakan bahwa sejak dahulu otak manusia diprogram untuk lebih mengingat ancaman . Ini penting dalam bertahan hidup. Kata yang negatif dianggap suatu ancaman terhadap identitas diri, sehingga otak manusia menyimpan lebih detail. Sebaliknya pujian hanya dianggap sebagai konfirmasi biasa. Jadi mudah hilang dalam ingatan.
Riset Matthew Lieberman dalam Social (2013) membuktikan bahwa rasa sakit akibat hinaan sosial diolah dibagian otak yang sama dengan rasa sakit fisik. Jadi kata-kata negatif bisa terasa seperti luka sungguhan. Bahkan lebih bertahan lama daripada luka pada fisik.
Bruce Hood dalam the Self Illusion (2012) mengungkapkan bahwa identitas diri kita sebenarnya banyak dipengaruhi oleh pengakuan orang lain. Karena rapuh, satu ucapan menyakitkan saja itu bisa mengguncangnya dibanding dengan ratusan pujian.
Di dalam komunikasi sehari-hari, pujian sering kali dianggap sekadar formalitas, misalnya ungkap " kerja kamu bagus" bisa saja itu dianggap hanya sekedar basa-basi. Sebaliknya ucapan " presentasi kamu jelek " Langsung dianggap serius dan membekas.
Menurut Bessel van der Kolk dalam The Body Keeps the Score (2014), trauma tidak selalu berasal dari peristiwa besar , hinaan yang berulang-ulang bisa menjadi trauma mikro yang menumpuk dan memengaruhi kepribadian kita di masa depan.
Otak manusia akan lebih peka pada Konflik dan pelanggaran. Itu sebabnya komentar negatif bisa lebih cepat viral di media sosial, sedangkan komentar positif tenggelam begitu saja. Ini yang ditegaskan oleh Jonathan Haidt dalam The Righteous Mind (2012).
Kata-kata yang negatif lebih membekas karena otak kita diprogram demikian berfungsi Sebagai alarm sosial agar kita lebih berhati-hati.