Kebiasaan yang Membusuk

Kebiasaan yang Membusuk

16 Juli 2025 | 15:33

Segalanya dimulai dari yang kecil. Satu candaan yang buruk. Satu tayangan yang tak pantas tapi dianggap "hiburan". Satu kata yang kasar, diucapkan sambil tertawa. Satu kebohongan ringan yang dianggap "strategi". Satu makanan haram yang dimakan karena "darurat rasa lapar".

 

Lalu satu jadi dua. Dua jadi kebiasaan. Kebiasaan jadi karakter. Dan karakter... jadi nasib.

 

Orang yang awalnya merasa bersalah saat bicara jorok, lama-lama merasa biasa. Yang dulu malu membuka aurat, kini merasa bebas dan "bangga". Yang dulunya takut mencuri, sekarang lihai menyembunyikan bukti. Yang dulu menangis jika lalai shalat, sekarang tertawa jika ditegur azan.

 

Itulah bahayanya kebiasaan buruk: ia tidak hanya mengubah perbuatan, tapi mengubah hati. Kita tak lagi merasa berdosa. Bahkan lupa bahwa itu dosa. Kita anggap itu hal wajar, lumrah, manusiawi. Padahal, yang manusiawi itu justru rasa takut akan salah. Bukan kebal terhadapnya.

 

Jangan biasakan buruk. Jangan cari hiburan yang buruk—sebab hiburan mestinya menyegarkan, bukan mengotoran. Jangan cari makan yang buruk—sebab makanan masuk ke darah dan menghidupi akal.

Tags:

Komentar Pengguna