keboncinta.com --- Haji merupakan pelengkap rukun Islam sekaligus ibadah yang diidamkan oleh umat muslim di seluruh dunia. Dilansir pada website haji kemenag, total jama'ah haji seluruh dunia pada tahun 2024 mencapai 1,83 Juta orang. Indonesia merupakan negara dengan jumlah kuota haji terbanyak, diikuti oleh Pakistan dan India. Pada tahun 2025 Indonesia mendapatkan kuota haji sebanyak 221.000.
Dengan jumlah jama'ah yang sangat besar, pengelolaan ibadah haji harus mendapatkan perhatian lebih agar dapat berjalan dengan lancar, nyaman dan aman. Jama'ah dapat memprioritaskan beberapa aspek penting dalam menjalankan ibadah haji diantaranya adalah rukun haji, wajib haji dan sunah haji. Ketiganya memiliki konsekuensi hukum yang berbeda-beda, sehingga jama'ah perlu memperhatikannya dengan baik.
Rukun haji merupakan bagian inti dari ibadah haji dan menjadi indikator utama untuk menentukan keabsahan ibadah haji. Adapun rukun haji adalah niat Ihram, Wukuf di Arafah, Tawaf Ifadah, Sai, Tahallul dan tertib. Jika salah satu dari keenam rukun tersebut tidak terpenuhi maka hajinya dianggap tidak sah.
Sementara itu berbeda dengan konseksuensi hukum rukun haji, hukum wajib haji ketika meninggalkanya maka jama'ah dapat menggantikanya dengan dam (denda) dan ibadah hajinya tetap sah. Diantara wajib haji adalah ihram dari miqat, melempar jumrah (Jamarat Kubra, Jamarat wustha dan Jamarat Aqabah), Mabit di Muzdalifah dan Mina, dan Tawaf Wada. Sedangkan sunah haji merupakan hal-hal yang dianjurkan dalam ibadah haji seperti Ifrad, Talbiyah, Thawaf qudum dan shalat sunnah thawaf dua rakaat.
Skema Murur dan Tanazul
Salah satu wajib haji adalah mabit (bermalam) di Muzdalifah dan Mina. Pemerintah Indonesia melalui hasil Mudzakarah Perhajian tahun 2024 memberikan kemudahan dengan skema murur dan tanazul sebagai mitigasi risiko kepadatan dan penumpukaan jama’ah di Muzdalifah dan Mina. Penumpukan jama’ah mengakibatkan sulitnya mendistribusikan logistik terutama jama’ah haji lansia dan disabilitas. Meskipun pemerintah sudah memberikan layanan terbaik dengan menyediakan transportasi untuk jama'ah haji menuju Arafah, Muzdalifah dan Mina, tetapi layanan tersebut tidak dapat menghindari kepadatan jama'ah pada puncak kegiatan haji.
Dikutip dari laman resmi Kementerian Agama, murur merupakan sebuah langkah alternatif untuk memobilasasi jama'ah haji sebagai inovasi manajamen Waktu pada puncak ibadah. Murur dilakukan setelah wukuf di Arafah dengan skema baru yakni tidak mabit (bermalam) di Muzdalifah tetapi hanya melewatinya saja tanpa turun dari bis dan kemudian langsung menuju Mina.
Jama'ah haji diberangkatkan menggunakan bis dari Arafah setelah salat magrib. Oleh sebab itu, perjalanan menuju Mina lebih efektif dan efesien karena tidak perlu berhenti di Muzdalifah.
Merujuk pada jurnal Achmad Muchamad Fahham yang diterbitkan komisi delapan, kebijakan murur diterapkan pada tahun 2024. Hasilnya cukup signifikan yakni dapat memobilisasi jamaah dengan cepat sekitar 50.000 jama'ah haji Indonesia berhasil sampai sebelum pukul 07.37. Hal ini dapat meminimalisasi kepadatan dan kemacetan karena jama'ah haji tidak turun untuk mabit di Muzdalifah.
Menurut Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri Muchlis Muhammad Hanafi, Kemenag pada musim haji 2025 menargetkan 25% atau 55.250 dari total jama'ah haji ikut murur. Jama'ah haji yang masuk kategori murur terdiri dari lansia, jama'ah berisiko tinggi atau sakit dan jama'ah disabilitas.