Di bawah mentari Madinah yang hangat, di sela riuh kehidupan kota suci itu, langkah seorang lelaki tua tampak gontai namun penuh tekad. Bajunya lusuh, tubuhnya kurus, namun dalam genggamannya ada sesuatu yang ia anggap sangat berharga-beberapa butir anggur kecil, yang ia bungkus dengan selembar kain usang. Bukan hasil panen kebun sendiri, bukan pula sisa dari jamuan mewah, tapi buah yang ia beli dari sisa uangnya hari itu-hasil dari bekerja seharian dengan peluh dan letih.
Langkahnya menuju rumah Nabi Muhammad SAW bukanlah langkah biasa. Di balik setiap ayunan kakinya, ada degup jantung yang tak menentu. "Apakah Baginda Rasulullah akan menerimanya?" batinnya berkecamuk. "Apakah pemberian ini terlalu hina untuk beliau yang mulia?" Namun ia melawan semua
keraguannya, karena dalam hatinya, ia tahu: sekecil apa pun pemberian, jika diserahkan dengan tulus, pasti akan sampai pada hati yang tulus pula.
Ketika sampai di hadapan Rasulullah SAW, lelaki tua itu gemetar. la menunduk dalam-dalam, lalu menyodorkan anggur yang tergenggam erat. Dengan suara lirih yang hampir tak terdengar, ia berkata, "Wahai Rasulullah, aku tidak punya apa-apa... hanya ini yang bisa aku berikan kepadamu. Tolong terimalah..."
Baginda Rasulullah SAW menatap lelaki itu dengan penuh kasih. Wajah beliau tak menunjukkan sedikit pun penolakan, tak juga keraguan. Beliau menerima anggur itu seolah menerima harta karun. "Jazakallahu khairan," ucap beliau lembut.
Lalu, di depan para sahabat, Rasulullah memakan anggur itu satu per satu. Tak ada sebutir pun yang beliau lewatkan. Beliau tidak memanggil para sahabat untuk ikut mencicipi, padahal biasanya beliau adalah orang pertama yang membagikan makanan kepada orang lain sebelum menyentuhnya sendiri.
Para sahabat yang hadir mulai bertanya-tanya dalam hati. Mengapa hari ini Rasulullah berbeda?
Usai anggur itu habis, lelaki tua itu pun berpamitan dan pergi. Senyum mengembang di wajahnya. Ada cahaya kecil yang menyala di hatinya-perasaan diterima, perasaan dihargai. Dan setelah lelaki itu hilang dari pandangan, barulah Rasulullah menoleh ke arah para sahabat dan menjelaskan dengan tenang:
"Anggur itu tidak manis. Jika aku membagikannya kepada kalian, aku khawatir salah satu dari kalian akan membuat
ekspresi tidak suka.