keboncinta.com-Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah telah menetapkan regulasi terbaru mengenai mekanisme pengangkatan guru sebagai kepala sekolah. Ketentuan tersebut tertuang dalam Permendikdasmen Nomor 7 Tahun 2025 tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah.
Peraturan ini menggantikan kebijakan sebelumnya, yaitu Permendikbudristek Nomor 40 Tahun 2021, yang dinilai tidak lagi relevan dengan kebutuhan dan dinamika pengelolaan pendidikan saat ini. Melalui regulasi baru ini, pemerintah berupaya menciptakan sistem pengangkatan yang lebih transparan, adil, dan profesional.
Permendikdasmen ini menjadi landasan hukum yang lebih rinci dan ketat dalam mengatur syarat, tahapan, serta mekanisme penugasan kepala sekolah, khususnya pada satuan pendidikan negeri yang dikelola oleh pemerintah daerah.
Kebijakan ini berlaku untuk semua jenjang satuan pendidikan formal, mulai dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Sekolah Menengah Atas/Kejuruan (SMA/SMK), termasuk Sekolah Luar Biasa (SLB) dan Sekolah Indonesia di Luar Negeri (SILN). Namun, dalam pembahasan ini, fokus diarahkan pada sekolah negeri di dalam negeri yang berada di bawah kewenangan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.
Dalam hal kompetensi, Permendikdasmen ini menekankan bahwa guru yang akan ditugaskan sebagai kepala sekolah harus memiliki tiga kompetensi utama.
Pertama, kompetensi sosial, yakni kemampuan menjalin hubungan positif dengan warga sekolah dan masyarakat. Kedua, kompetensi kepribadian, berupa integritas, tanggung jawab, dan keteladanan. Ketiga, kompetensi profesional yang mencakup pemahaman terhadap kurikulum, pengelolaan pembelajaran, serta memiliki semangat kewirausahaan dalam memimpin satuan pendidikan.
Penugasan guru sebagai kepala sekolah melalui dua tahapan utama. Tahap pertama adalah pemetaan kebutuhan kepala sekolah yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan Provinsi atau Kabupaten/Kota setiap tahun, dengan proyeksi untuk empat tahun ke depan. Pemetaan ini mencakup data jumlah kebutuhan dan ketersediaan calon kepala sekolah.
Sementara itu, untuk SILN, proyeksi dilakukan oleh kementerian pusat untuk tiga tahun ke depan. Tahap kedua adalah penyiapan calon kepala sekolah, yang meliputi pengusulan bakal calon, seleksi administratif dan substansi, serta pelatihan kepala sekolah yang dilaksanakan oleh lembaga yang ditunjuk secara resmi oleh kementerian.
Adapun syarat pengangkatan kepala sekolah negeri sebagaimana tercantum dalam Pasal 7 ayat (1), meliputi:
Pendidikan minimal S-1 atau D-IV dari program studi yang terakreditasi;
Memiliki sertifikat pendidik yang sah;
Untuk guru PNS, memiliki pangkat minimal Penata (III/c);
Untuk guru PPPK, minimal menduduki jabatan Guru Ahli Pertama dan telah mengabdi minimal 8 tahun;
Memiliki hasil penilaian kinerja guru dengan predikat minimal “Baik” selama dua tahun berturut-turut;
Memiliki pengalaman manajerial minimal dua tahun, baik di satuan pendidikan maupun di organisasi atau komunitas pendidikan;
Tidak sedang menjalani hukuman disiplin, tidak dalam proses hukum, serta bersih dari catatan kriminal;
Usia maksimal 56 tahun pada saat penugasan;
Menandatangani pakta integritas dan bersedia ditempatkan sesuai kewenangan pemerintah daerah.
Dalam kondisi tertentu, jika tidak tersedia calon kepala sekolah yang memenuhi syarat pangkat atau masa kerja sebagaimana yang ditentukan, pemerintah daerah diberikan ruang untuk mengusulkan calon alternatif.
Calon tersebut bisa berasal dari guru PNS dengan golongan III/b atau guru PPPK yang memiliki pengalaman mengajar minimal empat tahun. Namun, kebijakan ini hanya bisa diterapkan apabila berdasarkan hasil pemetaan resmi yang dilakukan oleh kementerian dan disetujui secara administratif.
Pengangkatan kepala sekolah di era sekarang bukan hanya soal memenuhi jabatan struktural, melainkan juga menciptakan pemimpin pembelajaran yang inovatif, berintegritas, dan adaptif terhadap perubahan.
Permendikdasmen Nomor 7 Tahun 2025 secara jelas menegaskan bahwa kepala sekolah tidak lagi sekadar bertindak sebagai administrator, melainkan sebagai agen perubahan dalam dunia pendidikan. Oleh karena itu, proses seleksi dan penugasan yang selektif diharapkan dapat menghasilkan pemimpin-pemimpin sekolah yang kuat dan mampu membawa kemajuan nyata di satuan pendidikan.***