Menambah Lafadz “Sayyidina” Sebelum Mengucapkan Lafadz “Muhammad ﷺ”
Abdurrahman Bin Farid Al Mutohhar
1. Jika diluar sholat maka jelas dianjurkan untuk menambah lafadz “Sayyidina, Nabi, Rasul” dan selain lafadz2 tersebut yang penting tidak “jangkar” (menyebut nama saja), karena beradab kepada Nabi Muhammad ﷺ.
Memanggil kepala sekolah aja kita pakai “Pak”, apalagi kepala Para Nabi Dan Rasul, Yaitu Sayyiduna Muhammad ﷺ.
2. Jika didalam sholat, Maka ulama’ berbeda pendapat, kenapa? Karena disebutkan didalam hadist disaat Nabi ﷺ ditanya oleh para sahabatnya, bagaimana cara mereka bersholawat kepada Nabi ﷺ, maka nabi menjawab :
“Katakanlah : Allahumma Sholli Ala Muhammad” (tanpa menyebut sayyidina).
Maka dari sini ada perbedaan pandangan dan pendapat dalam masalah :
هل رعاية الأدب أولى أو الإتباع والإمتثال؟
Apakah memperhatikan dan mengedepankan adab lebih utama daripada mengikuti perintah atau sebaliknya?
Sehingga fuqoha’ berbeda pendapat, apakah disunnahkan menambah “Sayyidina” sebelum lafadz “Muhammad” disaat sholat menjadi “Allahumma sholli ala sayyidina muhammad” dst, dengan mengedepankan adab atau mengikuti dhohir hadis ucapan Nabi ﷺ yang tanpa sayyidina, ulama’ berbeda menjadi 2 pendapat :
• Pendapat Pertama : tidak disunnahkan untuk menambah lafadz “Sayyidina”, karena tidak ada riwayat yang datang dari para sahabat dalam penambahan lafadz “Sayyidina”, tapi lafadznya hanya teringkas dalam “Allahumma sholli ala muhammad”.
Ibnu hajar dalam fatawanya mengatakan :
“Seandainya itu disunnahkan, maka pasti tidak akan samar lagi dikalangan para sahabat dan akan ditemui riwayat yang menambah lafadz “Sayyidina”, Tapi nyatanya tidak ada, sehingga yang terbaik dan paling afdhol adalah mengikuti riwayat yang datang langsung dari Nabi muhammad ﷺ.”
Ibnu hajar dalam fatawanya dan imam khotib asy syirbini mengatakan tidak sunnah menambah lafadz “sayyidina”.
• Pendapat kedua : Mengatakan disunnahkan menambah lafadz “Sayyidina”, karena yang lebih utama dan afdhol adalah sulukul adab (beradab lebih utama daripada mengikuti perintah).
Ini adalah pendapat dari :
- Jalaluddin Al Mahalli
- Al Jamal Ar Ramli dalam kitab nya Nihayatul Muhtaj
- Az Ziyaadi
- Al Halabi
- Ibn Dhohiroh
- Ibn Hajar dalam kitabnya Al ‘iiaab