keboncinta.com --- Abu Lahab adalah paman Nabi Muhammad SAW yang dikenal sebagai penentang paling keras terhadap dakwah Islam. Nama aslinya adalah Abdul ‘Uzza bin Abdul Muthalib, sedangkan julukan “Abu Lahab” (si menyala) diberikan karena wajahnya yang tampak cerah.
Dalam kitab Tafsir Al-Azhar karya Buya Hamka disebutkan, Abu Lahab memiliki istri bernama Arwa atau lebih dikenal dengan Ummu Jamil, saudari Abu Sufyan bin Harb sekaligus bibi dari Mu’awiyah. Meski awalnya ia menunjukkan kasih sayang kepada Nabi, sikap itu berubah drastis setelah Rasulullah menerima wahyu.
Allah SWT bahkan menurunkan surah khusus untuk mengabadikan kebinasaan Abu Lahab:
ุชูุจููุชู ููุฏูุง ุฃูุจูู ููููุจู ููุชูุจูู – ูก
“Binasalah kedua tangan Abu Lahab, dan sesungguhnya dia benar-benar akan binasa.”
(QS. Al-Lahab: 1).
Ketika Nabi Muhammad SAW lahir, Abu Lahab merasa begitu bahagia. Ia bahkan memerdekakan budaknya, Tsuwaibah Al-Aslamiyah, yang kemudian menyusui Rasulullah sebelum datangnya Halimah As-Sa’diyah.
Beberapa riwayat menyebutkan bahwa salah seorang putra Abu Lahab pernah menikah dengan putri Nabi. Namun, semua kebaikan itu tidak bertahan lama setelah Rasulullah SAW mulai menyampaikan risalah tauhid.
Saat Nabi SAW diperintahkan memberi peringatan kepada keluarga terdekat, beliau berdiri di Bukit Shafa dan menyeru kaumnya. Semua orang mengakui kebenaran ucapannya, kecuali Abu Lahab yang berkata dengan lantang:
“Celaka engkau, hanya untuk ini engkau mengumpulkan kami?”
(HR. Bukhari dan Muslim).
Ucapannya menjadi puncak penentangan hingga turunlah Surah Al-Lahab, yang mengabadikan nasib buruk dirinya dan istrinya.
Bahkan Ummu Jamil, istrinya, ikut menentang. Ia pernah mendatangi Ka’bah dengan membawa batu untuk melempari Nabi. Namun Allah SWT menutup pandangannya sehingga ia hanya melihat Abu Bakar yang saat itu duduk bersama Rasulullah.
Meski dicatat dalam Al-Qur’an sebagai penghuni neraka, ada riwayat sahih yang menunjukkan bahwa Abu Lahab mendapatkan keringanan siksa setiap hari Senin.
Dalam Shahih al-Bukhari diriwayatkan dari Al-Abbas RA, ia bermimpi melihat Abu Lahab setelah wafatnya. Abu Lahab mengatakan:
“Aku berada dalam siksa. Namun siksaku diringankan setiap hari Senin, karena pada hari itu aku bergembira dengan kelahiran Muhammad dan aku memerdekakan Tsuwaibah.”
(HR. Bukhari).
Hal ini menunjukkan bahwa sekalipun Abu Lahab kafir, Allah SWT tetap memberikan keringanan karena amal kebaikan yang dilakukan dengan tulus.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
ููู
ููู ููุนูู
ููู ู
ูุซูููุงูู ุฐูุฑููุฉู ุฎูููุฑูุง ููุฑููู – ูง
“Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasannya).”
(QS. Az-Zalzalah: 7).
Ayat ini menjadi penguat bahwa setiap amal baik, sekecil apapun, akan mendapat balasan dari Allah SWT—bahkan bagi orang kafir, seperti dalam kasus Abu Lahab yang mendapatkan keringanan azab.
Kisah Abu Lahab menyimpan banyak pelajaran penting:
Kedekatan keluarga tidak menjamin keselamatan jika menolak kebenaran.
Amal kebaikan sekecil apapun diperhitungkan Allah, meski tidak menyelamatkan dari neraka, setidaknya bisa menjadi keringanan.
Peristiwa maulid Nabi Muhammad SAW adalah momen agung yang bahkan memengaruhi nasib musuh beliau. Jika orang kafir bisa diringankan siksanya karena bergembira atas kelahiran Nabi, maka seorang mukmin lebih pantas mendapat pahala berlipat ganda.
Rasulullah SAW juga menegaskan keutamaan hari Senin, sebagaimana sabdanya:
ุฐูุงูู ููููู
ู ููููุฏูุชู ูููููุ ููููููู
ู ุจูุนูุซูุชู ุฃููู ุฃูููุฒููู ุนูููููู ููููู
“Itulah hari aku dilahirkan, dan hari aku diutus atau diturunkan wahyu kepadaku.”
(HR. Muslim).
Abu Lahab adalah paman Nabi Muhammad SAW yang diabadikan dalam Al-Qur’an sebagai penghuni neraka karena permusuhannya terhadap dakwah Islam. Namun, riwayat sahih menunjukkan bahwa Allah SWT memberikan keringanan azab setiap hari Senin karena ia pernah bergembira atas kelahiran Rasulullah SAW.
Kisah ini menjadi motivasi bagi kaum Muslimin untuk menyambut Maulid Nabi Muhammad SAW dengan rasa syukur, memperbanyak amal kebaikan, serta meneladani akhlak beliau.