Keboncinta.com-- Vlad Tepes merupakan seorang Pangeran Wallachia yang terkenal dengan julukan Vlad the Impaler. Sosoknya kemudian dikenal sebagai inspirasi utama bagi karakter Dracula ciptaan Bram Stoker pada abad ke-19.
Kata "Dracula" berarti "anak dari Dracul" dalam bahasa Rumania, hal tersebut karena Vlad Tepes merupakan anak dari Penguasa Rumania sebelumnya yaitu Vlad Dracul. Meskipun Vlad Dracul sendiri bukan sosok vampir, warisan namanya menjadi bagian tak terpisahkan dari mitologi Drakula yang berkembang di dunia barat.
Vlad Tepes tidak hanya dikenal karena kekejamannya yang legendaris, tetapi juga karena konfliknya yang brutal dan simbolis melawan Kekaisaran Ottoman, kekuatan Islam terbesar di Eropa Timur pada abad ke-15 M.
Konflik antara Vlad dan Ottoman bukan sekadar perang wilayah, tapi merupakan perjuangan antara kemerdekaan politik dan dominasi imperial, antara dunia Kristen Eropa dan kekuatan Islam yang sedang berkembang pesat.
Menurut sejarah, pada pertengahan abad ke-15 M, Kesultanan Ottoman berada dalam ekspansi besar-besaran menuju Eropa. Setelah menaklukkan Konstantinopel pada 1453 M, Sultan Mehmed II (Mehmed Sang Penakluk) mulai memperluas pengaruhnya ke Balkan, termasuk wilayah kecil namun strategis seperti Wallachia, di mana Vlad Tepes menjadi penguasanya.
Wallachia saat itu merupakan negara kecil di antara dua kekuatan besar: Hungaria di barat dan Ottoman di timur. Untuk mempertahankan wilayahnya, Vlad harus memainkan politik yang rumit, yaitu tunduk secara diplomatis, namun tetap menjaga kedaulatan.
Terdapat kisah menarik bahwa sebenarnya Vlad muda pernah menjadi sandera di istana Ottoman bersama adiknya Radu, sebagai jaminan kesetiaan ayah mereka, Vlad II Dracul. Pengalaman ini membentuk pandangan Vlad tentang kekuatan Ottoman.
Setelah kembali dan naik takhta di Wallachia, Vlad bertekad tidak ingin tunduk pada Ottoman, meskipun itu berarti menghadapi kekuatan militer yang jauh lebih besar dari kekuatan yang ia miliki.
Kemudian, pada tahun 1461, Sultan Mehmed II menuntut agar Vlad membayar upeti dan mengirimkan pasukan sebagai bentuk tunduk kepada Ottoman. Namun Vlad menolak dengan tegas, dan lebih dari itu—ia menangkap dan membunuh utusan Sultan yang datang menagih upeti.
Tak lama setelah itu, Vlad melancarkan serangan militer mendadak ke wilayah Ottoman di selatan Danube, membantai ribuan tentara dan warga sipil Turki. Dalam serangan itu, diperkirakan sekitar 20.000 orang Ottoman dibunuh, banyak di antaranya dengan cara ditusuk hidup-hidup (impalement)—metode eksekusi khas Vlad.
Setelah serangan tersebut, Ottoman tidak tinggal diam. Sebagai balasan atas penghinaan ini, Sultan Mehmed II memimpin sendiri invasi besar ke Wallachia pada tahun 1462 M. Pasukan Ottoman yang menyerang diperkirakan berjumlah lebih dari 90.000 orang, sementara pasukan Vlad hanya sekitar 30.000.
Namun Vlad tidak menghadapi mereka secara langsung di medan terbuka. Sebaliknya, ia menerapkan taktik gerilya, menghancurkan sumber daya, meracuni sumur, dan menggunakan serangan malam (Night Attack) yang sangat terkenal dalam sejarah.
Salah satu episode paling terkenal dari konflik ini adalah Serangan Malam di Târgoviște. Vlad menyusup ke kamp Ottoman pada malam hari dengan pasukan kecil, dengan tujuan membunuh Sultan Mehmed II secara langsung. Meskipun gagal membunuh Sultan, serangan ini menyebabkan kekacauan besar dan mempermalukan pasukan Ottoman.
Ketika Sultan akhirnya mendekati ibu kota Wallachia, Târgoviște, ia mendapati pemandangan yang mengerikan: "Hutan orang ditusuk"—sekitar 20.000 mayat pasukan Ottoman dan kolaborator yang dipaku di tiang sepanjang jalan menuju kota.
Pemandangan itu begitu mengerikan sehingga Sultan Mehmed dikabarkan menarik mundur pasukannya, menghindari konfrontasi langsung lebih lanjut.
Meskipun berhasil menghalau pasukan Ottoman, Vlad akhirnya mengalami pengkhianatan dari dalam. Adiknya sendiri, Radu cel Frumos, yang bersahabat dengan Sultan Ottoman, ditunjuk oleh Mehmed sebagai pengganti Vlad dan didukung oleh sebagian bangsawan Wallachia.
Selanjutnya, Vlad melarikan diri dan mencari perlindungan ke Hongaria, di mana ia ditangkap dan dipenjara selama beberapa tahun. Ia sempat kembali berkuasa pada 1476, namun akhirnya tewas dalam pertempuran—kemungkinan dibunuh oleh musuh-musuh politiknya.
Demikian berakhirlah hidup Vlad Tepes yang bukan hanya legenda horor, tetapi tokoh nyata dalam konflik berdarah melawan salah satu imperium terbesar dalam sejarah yaitu Kesultanan Ottoman. Vlad Tepes menunjukkan taktik militer yang cerdik, namun juga kekejaman yang luar nalar.***