Setelah mendengar kabar dari Rasulullah malam itu, suasana di rumah menjadi hening.
Fatimah menangis dalam diam. Tapi air matanya tak bisa dibendung. la memeluk Husain kecil lebih erat, seolah ingin melindunginya dari masa depan yang belum terjadi..
> "Ayah... mengapa ini harus terjadi kepada anak-anakku?"
"Mereka masih kecil... mereka belum tahu apa-apa..."
Rasulullah menatap putrinya dengan mata basah.
> "Wahai Fatimah... mereka bukan anak biasa."
"Allah telah menyiapkan takdir besar untuk mereka.
Tapi pahala dan derajat mereka pun sangat tinggi..." "Mereka akan menjadi sebab umat ini sadar...
bahkan setelah terjatuh ke dalam kelam."
Ali yang berdiri di belakang, juga terdiam. la adalah seorang ksatria. Tapi malam itu, suaranya bergetar.
> "Ya Rasulullah... apakah tak ada jalan lain?" "Bisakah aku gantikan mereka... bisakah aku mencegah semua ini?"
Rasulullah menatap Ali. Lalu memeluknya dengan erat.
> "Wahai Ali... engkau akan menjadi pilar sabar mereka. Engkau akan jadi ayah, sekaligus tameng."
"Tapi takdir Allah sudah tertulis. Dan semua ini... bagian dari kebesaran yang akan mengangkat nama mereka hingga akhir zaman."
Fatimah menunduk, lalu mencium kepala Hasan dan Husain yang sudah terlelap karena lelah menangis. Lalu tiba-tiba...
Rasulullah menahan dadanya. Wajahnya pucat. Tubuhnya limbung.
> "Ayah!"
"Rasulullah!"
Fatimah dan Ali langsung menyanggah tubuh beliau. Rasulullah jatuh pingsan.
Tangis Fatimah pecah.
> "Ayah... ayah ayah ayah
Ali membawa air dan mengusap wajah Rasulullah.