Tidak Kerasan di Pesantren: Sebuah Proses Menuju Kedewasaan

Tidak Kerasan di Pesantren: Sebuah Proses Menuju Kedewasaan

15 Juli 2025 | 23:38

Banyak yang beranggapan bahwa kehidupan di pesantren haruslah nyaman dan menyenangkan. Namun, pandangan ini keliru. Kenyamanan yang berlebihan justru dapat menghambat proses pembentukan karakter dan tujuan utama dari pendidikan pesantren itu sendiri. Justru, rasa "tidak kerasan" yang sehat, merupakan indikator bahwa santri sedang diuji dan ditempa dalam lingkungan yang menantang.

 

Pesantren bukanlah tempat wisata atau rumah nenek yang penuh dengan kemanjaan. Ia adalah kawah candradimuka, tempat para santri digembleng, digodok, dan disaring dari segala bentuk kelemahan dan ketergantungan. Di sini, mereka dihadapkan pada realita yang keras, jauh dari kenyamanan rumah. Ngambek dan manja tidak akan ditoleransi; kenyataan akan langsung menggebuk mereka. Inilah yang justru memicu semangat perjuangan dan kedewasaan.

 

Santri perlu menyadari bahwa lingkungan pesantren bukanlah surga dunia. Mereka berada di tempat yang keras, bukan karena kebencian, melainkan karena cinta dan keinginan untuk membentuk mereka menjadi manusia yang lebih baik. Kerasnya proses ini adalah wujud kasih sayang yang terselubung, yang bertujuan untuk mengikis sifat manja dan membangun karakter yang kuat.

 

Perbedaan antara rumah dan pesantren sangat signifikan. Meskipun pesantren terkadang terasa lebih dari sekadar rumah, kenyamanan yang berlebihan justru akan menghalangi proses pembentukan karakter. Santri yang terlalu nyaman akan kehilangan fokus dan tujuannya, hanya terpaku pada rutinitas sehari-hari tanpa ada perkembangan spiritual dan intelektual yang signifikan.

 

Oleh karena itu, jika ada santri yang mengaku tidak kerasan di pesantren, janganlah langsung berkecil hati. Sebaliknya, sambutlah pernyataan tersebut sebagai pertanda baik. "Tidak kerasan" adalah bagian dari proses penempaan. Ini bukanlah waktu untuk menuai hasil, melainkan waktu untuk menanam dan membiarkan benih kebaikan tumbuh dan berkembang. Santri perlu bertahan dan menyadari bahwa mereka sedang dibentuk, bukan dimanjakan.

 

Ketahanan dan kesadaran diri adalah kunci keberhasilan dalam menjalani kehidupan di pesantren. Bukan kenyamanan yang dicari, melainkan kekuatan batin dan kedewasaan yang terbangun melalui proses yang menantang. Maka, "tidak kerasan" di pesantren bukanlah hal yang negatif, melainkan sebuah proses yang harus dijalani dengan penuh kesabaran dan keikhlasan. Karena pada akhirnya, hasil yang didapatkan akan jauh lebih berharga daripada sekadar kenyamanan sesaat.

Tags:
pendidikan

Komentar Pengguna