Mendoakan orang lain adalah tindakan mulia, namun seperti obat, kebaikan juga membutuhkan takaran dan waktu yang tepat. Ungkapan dukungan yang disampaikan pada waktu yang salah justru dapat melukai perasaan yang sedang terpuruk. Sebuah ungkapan simpati yang keliru dapat terasa seperti tamparan terselubung, meski niatnya baik.
Contohnya, mengucapkan “Semoga diberi anak yang lebih baik” kepada orangtua yang baru saja kehilangan anak adalah tindakan yang tidak tepat. Meskipun niatnya untuk menghibur, ungkapan tersebut justru dapat memperparah kesedihan mereka. Begitu pula dengan ungkapan “Semoga ke depan lebih sukses, jangan seperti sekarang” kepada seseorang yang baru saja mengalami kegagalan. Ungkapan ini, walau bermaksud baik, justru dapat menambah beban mental mereka.
Kesimpulannya, kebaikan membutuhkan kepekaan dan pertimbangan. Mempelajari kapan dan bagaimana menyampaikan dukungan merupakan keterampilan penting dalam berinteraksi dengan orang lain. Kadang, diam yang penuh empati lebih berharga daripada kata-kata yang salah waktu, yang dapat berubah menjadi luka baru bagi yang menerimanya.