Keboncinta.com-- Indonesia merupakan negara dengan pengnut Islam terbesar di dunia, perlu diketahui sejauh mana pemahaman dan pengalaman masyarakatnya dalam beragama. Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Ditjen Bimas Islam) Kementerian Agama (Kemenag) tengah menyusun instrumen survei tingkat pemahaman hingga pengamalan agama masyarakat.
Adanya penyusunan instrumen ini dilakukan dengan menggandeng peneliti dari Kementerian HAM, BRIN, Alvara Research Center, serta akademisi dari Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) Jakarta.
Instrumen tersebut dirancang dengan nomenklatur Indeks Pemahaman, Penghayatan, dan Pengamalan Agama. Indeks ini adalah satu dari lima indikator dalam kerangka Indeks Pembangunan Bidang Agama.
Direktur Urusan Agama Islam dan Bina Syariah, Arsad Hidayat, mengungkapkan, penyusunan indeks ini lebih kompleks dibandingkan empat indeks lainnya. Empat indeks lain yang tengah disusun adalah Indeks Penyuluhan Agama, Indeks Layanan Dakwah, Indeks Bimbingan Perkawinan, serta Indeks Layanan Zakat dan Wakaf.
Keempat indeks tersebut, kata Arsad, lebih berfokus pada aspek layanan dan persepsi dari masyarakat. “Sementara, indeks ini tidak mengukur kepuasan layanan dari sisi pengguna seperti empat indeks lainnya, tetapi mengukur tingkat pemahaman hingga pengamalan agama umat,” ungkapnya dalam Focus Group Discussion (FGD) yang digelar di Jakarta, Jumat (18/7/2025).
Walau terkesan berbeda, penyusunan indeks ini telah melewati serangkaian diskusi dan sedang menuju tahap akhir penyempurnaan.
“Kemarin saya sudah diminta Dirjen Bimas Islam agar sekitar September terselesaikan, sehingga tahun 2026 nanti bisa digunakan sebagai landasan dalam penyusunan kebijakan dan rencana kerja,” tuturnya.
Arsad mengatakan, indeks ini selaras dengan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto pada butir kedelapan yang menekankan pentingnya kehidupan harmonis, toleransi antarumat beragama, serta keadilan sosial.
Indeks tersebut juga mendukung Asta Protas Menag pada butir ketiga, yaitu layanan keagamaan yang berdampak.
Melalui forum tersebut, sejumlah pakar mengusulkan alternatif nomenklatur, seperti Indeks Ketaatan Beragama, Indeks Kualitas Kehidupan Beragama, dan Indeks Sikap Keberagamaan.
Arsad menyambut baik usulan tersebut. Menurutnya, penggunaan nomenklatur masih bisa disesuaikan agar lebih mudah dipahami publik, selama belum dituangkan dalam dokumen resmi.
Sementara itu, Pendiri dan CEO Alvara Research Center, Hasanuddin Ali menjelaskan, survei yang dilakukan dalam penyusunan indeks ini akan mencakup seluruh lapisan masyarakat. “Tidak hanya kelompok terdidik, tetapi juga seluruh masyarakat lintas pendidikan, status sosial, dan ekonomi,” jelasnya.
Dijelaskan oleh Hasanudin bahwa melalui indeks ini data kuantitatif yang dikelompokkan berdasarkan demografi dan kewilayahan masyarakat juga dapat diperoleh.
Hasil survei tersebut akan menggambarkan kondisi aktual pemahaman, penghayatan, dan pengamalan agama umat Islam di Tanah Air..
Dalam survei ini akan melibatkan 1.200 responden dari 34 provinsi. Unit samplingnya adalah rumah tangga muslim, dengan metode multistage random sampling dan wawancara tatap muka. Tahap pelaksanaan direncanakan pada Agustus 2025.
Dimensi dalam indeks ini mencakup tiga aspek utama: pemahaman agama (kognitif), penghayatan agama (afektif), dan pengamalan agama (perilaku nyata). Setiap dimensi akan diukur melalui indikator-indikator yang telah ditentukan.
“Sementara perhitungan indeks akan melalui empat tahap, yaitu kalibrasi indikator, pembobotan dimensi dan subdimensi, perhitungan indeks per dimensi, dan agregasi menjadi indeks nasional. Sebelum pengumpulan data, akan dilakukan uji coba instrumen untuk mengukur validitas dan reliabilitas alat ukur,” terangnya.
Ditemui terpisah, Kasubdit Kemasjidan, Akmal Salim Ruhana, menilai penyusunan indeks ini menjadi langkah penting dalam melihat praktik keagamaan umat secara utuh, tak hanya dari sisi ritual belaka.***
Sumber: Kemenag RI